Topik : Mencermati perilaku pengemis
: benar-benar miskin atau profesi
Judul : Pengemis sebagai profesi
·
Pernyataan masalah :
sejumlah keluarga miskin (KK) lebih
cenderung memilih dan menjadikan pengemis sebagai profesi baru guna memenuhi
kebutuhan keluarganya banyak kepala keluarga yang terhimpit masalah ekonomi,
mengakibatkan banyak dari mereka yang berusaha untuk mendapatkan uang dengan
jalan pintas seperti mengemis itu.
·
Fakta/Data :
Sementara itu, berdasarkan sampel
penelitian hampir 70 persen dari 100 sampel yang diambil, kehidupan para
pengemis justru "sejahtera", bahkan memiliki rumah dengan segala
isinya. Bahkan setelah dilakukan penelitian dan mencermati dengan baik sebagian
kelompok menjadikan dirinya sebagai pengemis hanya sekedar sebagai profesi,
namun beberapa kelompok sisanya menjadikan diri sebagai pengemis karena mereka
memang tergolong sebagai orang yang benar-benar miskin. Penelitian tersebut di dukung
pula oleh Bueke(teori Belanda), yang menyatakan bahwa profesi mengemis
cenderung dilakukan orang lebih akibat sifat mereka yang pemalas.
·
Ide pendukung/penjelas :
-
banyak kepala keluarga yang terhimpit masalah ekonomi,
mengakibatkan banyak dari mereka yang berusaha untuk mendapatkan uang dengan
jalan pintas seperti mengemis
-
setelah dilakukan penelitian dan mencermati dengan baik
sebagian kelompok menjadikan dirinya sebagai pengemis hanya sekedar sebagai
profesi, namun beberapa kelompok sisanya menjadikan diri sebagai pengemis
karena mereka memang tergolong sebagai orang yang benar-benar miskin.
-
profesi mengemis cenderung dilakukan orang lebih akibat sifat
mereka yang pemalas.
-
jika lebih digali lagi, semua potensi yang ada dapat
dimanfaatkan untuk kesejahteraan hidup mereka sendiri
Pengemis sebagai profesi
Sosiolog Universitas
Andalas, Dra Mira Elfina, MSi, mengatakan, sejumlah keluarga miskin (KK) di
Kota Padang, Sumatera Barat, lebih cenderung memilih dan menjadikan pengemis
sebagai profesi baru guna memenuhi kebutuhan keluarganya.
"Dengan mengemis di
perempatan lampu merah, setiap orang justru mampu meraup ’penghasilan’ Rp
30.000 hingga Rp 50.000 per hari. Usaha tersebut cukup mudah dan tidak perlu
mengeluarkan banyak tenaga," kata Mira Elfina di Padang, Senin
(4/10/2010).
Ia mengatakan itu
berdasarkan pengamatannya terkait jumlah pengemis yang beroperasi di perempatan
lampu lalu lintas Kota Padang, Sumbar, makin marak. Mereka tersebar mulai dari Jalan
Bagindo Azischan, Jalan Damar, by pass, Sudirman, S Parman, Tabing, Koto
Tangah, dan Jalan Thamrin.
Pengemis yang beroperasi
tersebut laki-laki dan perempuan mulai dari usia balita hingga lansia. Bahkan
setahun pascagempa Sumbar, jumlah mereka terus bertambah.
Menurut Mira, jumlah
mereka makin bertambah—semenjak krisis moneter—apalagi pascagempa Sumbar yang
mengakibatkan banyaknya usaha yang tutup akibat tempat usaha mereka hancur
diguncang gempa.
"Dampak gempa
tersebut, banyak kepala keluarga yang terhimpit masalah ekonomi, mengakibatkan
banyak dari mereka yang berusaha untuk mendapatkan uang dengan jalan pintas
seperti mengemis itu," katanya.
Menurut Mira,
pascakrisis moneter seluruh sektor perekonomian mengalami keterpurukan dan hal
ini sangat berpengaruh kepada golongan masyarakat yang berada pada strata
masyarakat terbawah.
Masyarakat tersebut,
katanya, terimbas dampak dua kali, selain masuk dalam kategori masyarakat
golongan bawah dengan minim akses pendidikan hingga tingkat kualitas sumber
daya manusianya juga minim.
"Parahnya, mereka
juga terhambat dalam memenuhi kebutuhan hidup karena seluruh harga melonjak
secara drastis," katanya, dampak demikian mengakibatkan meningkatnya
jumlah pengemis di perempatan lampu lalu lintas itu.
Akan tetapi, ia juga meragukan pemerintah
daerah belum berupaya maksimal untuk meminimalisasi keberadaan mereka.
Sementara itu,
berdasarkan sampel penelitian hampir 70 persen dari 100 sampel yang diambil,
kehidupan para pengemis justru "sejahtera", bahkan memiliki rumah dengan
segala isinya. Bahkan setelah dilakukan penelitian dan mencermati dengan baik
sebagian kelompok menjadikan dirinya sebagai pengemis hanya sekedar sebagai
profesi, namun beberapa kelompok sisanya menjadikan diri sebagai pengemis
karena mereka memang tergolong sebagai orang yang benar-benar miskin.
Penelitian tersebut di dukung pula oleh Bueke(teori Belanda), yang menyatakan
bahwa profesi mengemis cenderung dilakukan orang lebih akibat sifat mereka yang
pemalas.
"Mereka tidak mau
berusaha dan berpikir untuk memanfaatkan segala potensi yang ada di
sekelilingnya. Padahal, jika lebih digali lagi, semua potensi yang ada dapat
dimanfaatkan untuk kesejahteraan hidup mereka sendiri,".
Mencermati kasus
demikian, pemerintah melalui dinas terkait perlu segera memprogramkan pendataan
pengemis di jalanan agar mereka tidak lagi berperilaku malas serta
dieksploitasi oleh pihak-pihak yang ingin menarik keuntungan.
Selain itu, pemberdayaan
terhadap rumah singgah juga perlu lebih ditingkatkan guna menampung anak-anak
yang sengaja ditelantarkan orangtua mereka untuk mencari nafkah ekonomi.
0 komentar:
Posting Komentar